5 poems by Tishani Doshi

sometimes me and my wife do translations for money. for a lot of money ideally. these ones we did for okay money. for the indian embassy. jokpin read the translations. tishani doshi read the originals. all poems by tishani doshi. all translations by Mikael Johani and Gratiagusti Chananya Rompas.  WAKTU ITU KITA PERGI KE PANTAIContinue reading “5 poems by Tishani Doshi”

The Love Song of J. Alfred Prufrock*

S’io percaya bahwa jawaban saya adalah Seseorang yang tidak pernah kembali ke dunia, Tanpa api ini lebih stara shock. Perciocche tetapi dana ini tidak pernah Non torno vivo no, s’i’odo kebenaran, Tanpa takut akan keburukan saya terbaik Anda. Let kemudian kita pergi, Anda dan saya, Ketika malam adalah menyebar terhadap langit Seperti seorang pasien etherisedContinue reading “The Love Song of J. Alfred Prufrock*”

antareja

tik-tik-tik. ‘pernah menghitung air hujan?’ ‘aku belum edan.’ bunga mata sapi bergoyang dangdut bersama angin. ‘goyangannya salah. itu tango, bukan yang kuajarkan kemarin.’ aku mencoba marah kepada pohon setinggi lutut itu. ‘kemarin kau ajarkan apa? gambyong?’ tumbuhan itu menelan cuilan biskuitku yang terakhir. ‘bukan, kemarin aku mengajarimu bambangan.’ ‘hah, bambangan sama siapa? tari itu butuhContinue reading “antareja”

Purnama di Bukit Langit

Bunga rampai Purnama di Bukit Langit Zhou Fuyuan ini bukan bunga rampai puisi Tiongkok klasik yang pertama di Indonesia. Tahun 1949, Balai Pustaka pernah menerbitkan Himpunan Sajak Tionghoa susunan Mundingsari (harga f 1,60) yang berisi 39 sajak. Tahun 1962 (atau 1963?) sebuah badan bernama Komite Perdamaian Indonesia telah pula menerbitkan buku kecil berjudul Tu FuContinue reading “Purnama di Bukit Langit”

museum nasional

Kalau bertengkar dengan diri sendiri menghasilkan sajak, bertengkar dengan Canberra menghasilkan apa? — Martin Johnston seekor currawong mematuk bungkus bekas makanan melihatku dengan kepala miring ke kanan kaca mataku menggelincir ke ujung hidungku dari (kata orang) etalase kontroversial rambutku—burung itu jadi curiga di seberang danau sana gedung parlemen memicing mata di balik jernih monokel ibuContinue reading “museum nasional”

Dua Gerobak Merah

Gerobak Merah (v.1) semua tergantung pada roda gerobak merah disemir air hujan di samping ayam-ayam putih. Gerobak Merah (v.2) semua tergantung pada roda gerobak merah kilat air hujan putih ayam-ayam. William Carlos Williams, diambil dari Selected Poems, New Directions, 1985, hal. 56.

Sepuluh Tahun

Sepuluh tahun lalu, dia perlu kebenaran sepuluh tahun ini, dia ingin kebenaran. Dia ingin seperti ingin makan kue atau minum bir tengah hari Tidak begitu perlu. Sepanjang musim panas pohon pun menunggu sabar sampai hujan turun. Kali ini, mati datang seperti tamu yang tak ditunggu. Dokter memompanya keluar dari garis lurus hijau. Beberapa menit yangContinue reading “Sepuluh Tahun”

Keluhan Li Po

KELUHAN TANGGA KUMALA (versi David Hinton) Malam panjang di tangga kumala, embun putih menembus kaus kaki tipis. Mengurai tirai kristal, melihat ke balik untaian permata menatap bulan musim gugur. KELUHAN TANGGA PERMATA (versi Ezra Pound) Tangga kumala putih berembun Malam begitu larut, kaus kakiku basah kuyup Kugerai tirai kristal Kutatap bulan di malam cerah musimContinue reading “Keluhan Li Po”

SURAT SEORANG ISTRI PEDAGANG KELILING DARI DESA CH’ANG KAN

Waktu itu rambutku masih dipotong batok Aku bermain dekat gerbang, aku cabuti bunga-bunga. Kau datang di atas égrang, seperti kuda goyang, Berputar-putar, mengayun serangkai plum biru di tangan. Umurku empat belas tahun waktu kau memilihku jadi istrimu, Sekalipun aku tak pernah tersenyum. Aku menunduk, menatap tembok, Kau memanggilku seribu kali, aku tak pernah menengok. UmurContinue reading “SURAT SEORANG ISTRI PEDAGANG KELILING DARI DESA CH’ANG KAN”