sebuah lorong di bawah rel kereta api yang bukan tempat tinggalku, sampah yang menghitam dari api dan sikap acuh pejalan kaki, semprotan DDT yang sebentar aku kira asap sate, tidak ada poetry. aku berjalan tegap lurus ke depan, sol sepatuku kulit, hand-made, mengetuk aspal seperti bosan, tidak ada poetry. aku berjalan menggandeng anakku perempuan, menghindari tong sampah hijau, oranye, biru, organik, panik, ada atau tidak ada bajaj di depan, di belakang, tidak ada poetry. istriku takut sedih, takut lupa, takut daftar belanja luxola, rambutnya warna-warni seperti rumah gaudi, tidak ada poetry. aku berjalan menggandeng istriku, di sebuah lorong di bawah mall yang bukan poetryku, menghindari sampah warna-warni yang bosan, menghitam, tidak ada poetry.