dia tidak tahu juga apakah dia masih iri dengan kehidupan yang lebih fun dan penuh dengan party. kadang-kadang dia berpikir, i’ve had all that. i’ve had it with all that. tapi kadang-kadang dia juga berpikir, dia baru 31 tahun dan dia sudah terlalu banyak menghabiskan waktunya untuk takut. takut seperti ini. takut seperti waktu itu dia menyepi di sebuah miniatur huitieme arrondisement dan di lantai dua yang sepi dia duduk di meja makan untuk menulis sebuah puisi di mesin tik brother hadiah bekas pacarnya yang kedua dari terakhir dan tombol-tombol itu rasanya berat sekali dan dia terus memaksa diri dan dia tidak menangis tapi dadanya rasanya terbuat dari besi dan setelah semuanya selesai dia cukup puas dengan apa yang ditulisnya tapi tetap saja di dalam besi itu ada rongga yang membuat udara yang dihirupnya seperti lewat begitu saja sehingga dia terpaksa harus menarik nafas begitu kerap kemudian dia baru sadar, dia sedang terengah-engah seperti beberapa minggu yang lalu waktu dia putus dengan pacarnya yang terakhir dan dia—dan ini tak pernah dilakukannya—menerobos ke dalam kamar praktek ibunya dan menangis sesenggukan di lututnya dan ibu memanggilnya lé seperti waktu dia masih SD dan saat itulah rasanya air matanya benar-benar habis dan yang bisa dia lakukan untuk melupakan jurang di hatinya hanyalah berusaha memakan udara di depan mulutnya. berkali-kali dan rasanya seperti tak akan pernah kenyang. dia takut seperti itu lagi. tapi sekarang dia berpikir, seandainya saja dia lebih kuat sedikit, dia akan mengarang sebuah negara tanpa jurang dengan pantai-pantai yang terbuat dari balon dan bola-bola plastik, tempat dia dapat tenggelam sebentar tanpa harus berhenti menarik nafas dan bersenang-senang, dan dia yakin semangka pun akan berhenti berair di hatinya. tapi, semua ini hanya seandainya.