danau itu masih memantul di lampu lampu, begitu juga panty linemu, masih nyeplak di benakku. kau tak menyentuh ayam popmu, karena tomatnya kelewat asin, dan percakapan ini tidak sampai ke intinya. sungguh sebuah malam yang seharusnya sederhana, yoga kemudian mengisi perut, namun rongga rongga di antara kita rasanya makin kosong.
apakah kamu masih menyimpan sikat rambut bertegangan ion di lacimu, sekotak kondom fiesta gratisan yang berdebu, dan beratus ratus bon makan malam yang tak pernah berakhir? aku tak tahu, kamarmu selalu asing bagiku, seperti rumput tetangga yang ungu. mungkin suatu saat kita akan yoga bareng lagi, kemudian mandi bareng di kamar mandi yang lantainya bersabun, dan kau akan berkata riang, “awas, nanti kepeleset!”
walaupun begitu, kereta api tak pernah anjlok tanpa sebab, begitu pun pantai pantai terpencil di negeri ini pasti ada saja petualang yang pernah nyasar di situ. “i will never be happy”, aku pernah menuliskan itu di pasir lhok nga, di antara rentetan tembakan AK-47 mainan dan teriakan kenes gadis gadis berjilbab sexy. i am happy enough now, cukup happy untuk tidak pernah menggoogle namamu lagi, walaupun kadang kadang di malam malam yang penuh pikiran aku masih pura pura menuliskan namamu pakai jari di dinding yang kelewat dingin.