– yang ia inginkan hanyalah seorang perempuan yang akan membawakannya setermos sup waktu ia sakit tenggorokan. yang akan tinggal di kamarnya dengan sendal kekecilan sambil makan ketan berbungkus daun pisang. ia tak pernah ingin membayangkan kedua kakinya terangkat ke udara berusaha menerima penisnya. di balik kisi kisi jendela yang berdebu tua. tapi ia tahu manusia hanya seguci ragu. dan ia tak merasa cukup kuat untuk menggaruk aspal. mungkin dia akan kembali ke bekas apartemennya dengan kumis palsu, dan sebingkis kado yang ia harapkan tak akan pernah harus ia serahkan.
ia seorang pria. yang lebih memilih meniup rumput di bibirnya. daripada memimpin sebuah negara menuju utopia. di sapu tangannya masih tercetak bekas bibirnya. bagai sebuah hati, yang tak pernah membuka.
– moodnya tak pernah benar benar cocok untuk cinta. ataupun untuk sebuah melankolia yang berbunga bunga. tapi ia suka makan steak setengah matang dengan sejumput mrica. dan cocolan mustard pas sebelum dilahap.
tapi ia juga ingat hari hari masa masa ia masih gila. saat ia berteman dengan beratus ratus gadis hanya untuk semenit saja. semenit 4eva. dan di dalam bilik telepon umum itu suara hujan teredam sempurna.
betapa bersinar epaulet perwira polantas itu! lebih segar daripada mukaku yang kusam dengan penantian. tapi california keeps on dreaming, dan pramugara suka bercakap cakap dengan washlap.
aku ingin mencinta. menembus tembok kos-kosan lapis lima.
– i hate you for liking me, begitu nyanyinya. di sebuah bar yang mulai gagal mengisi hatinya. ia suka menulis cerita silat, karena hukum geografi dan fisika tidak berlaku di dalamnya. ia bisa koprol dari Dinasti T’ang ke The Three Gorges secepat ia menggambar sketsa Manet dengan asap Gaulois. mungkin suatu hari nanti, ia akan bilang, sebenarnya ia cukup bahagia.
tapi jika yang ia ingini adalah menatap melankolia neon dari kamar hotelnya yang bersprei terlalu ketat, apakah cukup sekedar menikmati lehernya yang jenjang dan kakinya yang mungil saat ia sibuk mengoreksi ejaan dalam cerita cerita fantastischnya ?
hidup sungguh jauh lebih sederhana jika bisa dikalengkan. terserah kita expiry datenya kapan.
– rebahkan punggungmu pada dinding yang catnya telah koyak. dengarkan lagu pilihanku dari radio yang penuh statik. percayalah bahwa asmaraku akan mengalir sepanjang pulau jawa belum tenggelam ditelan berita berita sensasionil tentang pemanasan global. jangan khawatir jika aku punya kecenderungan menyabotase kelirisanku.
rebahlah nanti di kasurmu yang telah melengkung dari menanggung beribu ribu kilo hati patah di atasnya. jangan pikirkan tentang Inggris Raya, toh baru tiga puluhan tahun lagi negerimu akan berpindah tangan ke Cina Daratan. pikirkan tentang tanganmu di sakuku dan musik yang memecah simbal raksasa dalam kepala kita berdua.
– ia berpikir seandainya ia menemukan yale anthology of contemporary french poetry ini di umur 23. bukan 43. maka mungkin ia tidak akan menghabiskan waktunya espérer éternellement des choses vagues. tapi membayangkan kemungkinan kemungkinan masa lalu sama merusaknya dengan mengharap tentang kemungkinan kemungkinan masa depan. keduanya sama sama trés vagues.
setidaknya, ia pikir, waktu ia datang lagi membawa cadeaux, ia telah melakukan sesuatu, tidak cuma berdiam diri menunggu kumis tumbuh di kamar kos kosannya yang bau amis sperma kedaluwarsa. ia telah berusaha membuat yang vague berubah menjadi sûr. yang membuat hatinya berharap deg deg ser, kemudian hitam gosong seperti dian yang selamanya padam.
“aku menjadi polisi supaya aku bisa menindak pelanggar lalu lintas hatiku.” ia selalu menjawab begitu setiap kali tidak ada yang tanya. “j’ai senti pour la première fois toute la douceur de vivre, dans une cabine du Sud-Express, entre Causeway Bay et Sing-ga-pore.” khayalnya.