grave design

terakhir kali aku mengunjungimu o nenekku yang sudah kulupakan bau gendong batikmu

aku masih punya ide-ide idealis tentang bagaimana kuburan seharusnya

tentang nisan bertatahkan kata-kata mutiara yang dijiplak dari oscar wilde

atau paling tidak, keats; sesuatu yang membuat orang tertawa sekaligus berkerut dahinya

tapi sekarang o nenekku yang sudah kulupakan bau gendong batikmu

aku hanya bisa memandang padi kuning yang merunduk di sekitar kuburanmu

kerikil di atas makammu yang berhiaskan daun jati kropos membentuk hati

sungai kecil dengan air kemricik yang menembus earphones ipod-ku

(aku sedang mendengarkan leif erikson o nenekku yang sudah kulupakan

bau gendong batikmu: it’s like learning a new language!—semua ini)

di dekat pintu masuk; bebek-bebek berbaris oleng bersama cah angon yang

o nenekku yang sudah kulupakan bau gendong batikmu! kali ini ternyata

seorang kakek-kakek dengan benjolan-benjolan kusta di jari-jarinya

begitu lambat waktu berjalan di sekitar kuburanmu o nenekku yang sudah kulupakan

bau gendong batikmu, aku bisa menghitung berapa lembar lumut baru telah tumbuh

di sisa-sisa tanggul yang menandai jalan pulang ke rumahmu sejak terakhir kali

aku mengunjungimu. lihatlah! o nenekku yang sudah kulupakan bau gendong

batikmu, petani-petani bermalasan merendam kaki di sodètan bengawan solo,

melambaikan tangan yang berkerak lumpur ke arah clurit berkarat di tanganku.

tapi tak ada rumput untuk disiangi sore ini di makammu o nenekku

yang sudah kulupakan bau gendong batikmu! yang ada hanya keinginan aneh

untuk tinggal dan menjahit baju lebaran dari daun-daun jati yang bertebaran di sekitarmu.

4 thoughts on “grave design

  1. sairin pulang sekolah dengan segudang cita-cita
    ingin jadi artis terkenal seperti cincha lawra

    tak sadar penyair tua membuntutinya
    ngos-ngosan melahap silau
    putih kulitnya

    siang yang bolong membakar roknya
    dan sairin muda lupa pada cincha
    saat sekrat bangkai menyumpal
    semestanya

    Like

Leave a comment